1. Pendahuluan.
Perkembangan teknologi informasi, telekomunikasi serta transaksi elektronik, selain telah memberikan sumbangan bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban hidup manusia, juga menjadi sarana yang lebih efektif bagi sebagian orang atau kelompok orang dalam memanfaatkannya untuk melawan hukum atau melakukan kejahatan, sehingga menghasilkan tindakan yang merugikan masyarakat. Cyber crime adalah kejahatan yang memanfaatkan teknologi informasi dengan segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal dan atau kriminal berteknologi tinggi dengan menggunakan kemudahan teknologi digital. Namun cyber crime pada dasarnya merupakan kejahatan lama (konvensional) tetapi menggunakan teknologi baru.
Dengan menggunakan bantuan teknologi informasi, telekomunikasi serta transaksi elektronik, kejahatan menjadi semakin mudah, cepat, leluasa dan semakin instan untuk dilakukan. Selain menggunakan kecanggihan dan keakuratan komputer dalam mengolah dan memanipulasi data, kejahatan juga memiliki media komunikasi publik baru untuk bekerja, yaitu Internet. Dunia Internet merupakan media yang “nyaman” untuk melakukan kejahatan. Kejahatanpun mendapat tempat yang spesial melalui sarana internet. Mulai dari penipuan sederhana sampai yang sangat merugikan, ancaman terhadap seseorang atau kelompok, penjualan barang-barang ilegal, sampai tindakan terorisme yang bisa dilakukan menggunakan komputer dan Internet.
Para pelaku cyber crime melakukan tindakan kejahatannya dengan berbagai modus operandi untuk mewujudkan tindakannya yang memanfaatkan sarana dan prasarana teknologi informasi dan komunikasi serta dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa mengenal batas wilayah. Ruang cyber merupakan suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screen and passwords. Selain tidak mengenal batas-batas wilayah, kejahatan tersebut juga memiliki karakteristik yang khusus, sehingga dalam pengaturan dan penegakkan hukumnya pun tidak dapat menggunakan cara-cara maupun hukum tradisional dan harus diatur di dalam hukum tersendiri.
Dalam dunia cyber, pelaku pelanggaran seringkali menjadi sulit dijerat, karena hukum dan pengadilan di Indonesia tidak memiliki yurisdiksi terhadap pelaku dan perbuatan hukum yang terjadi, mengingat perbuatan pelanggaran hukum tersebut bersifat transnasional tetapi akibatnya justru memiliki implikasi hukum di Indonesia. Namun pada akhirnya dunia maya mempunyai aturan main seperti dunia nyata dengan lahirnya Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Undang-undang ini diharapkan dapat mampu menjawab permasalahan yang berkaitan kejahatan lewat internet, karena ini menyangkut juga masalah hak asasi orang lain.
Dengan adanya kejahatan yang semakin canggih dan sulit dilacak, memerlukan penanganan secara khusus, hukum tidak akan bisa tegak dengan sendirinya tanpa adanya aparat penegak hukum yang bisa dan optimal menjembataninya, sehingga diperlukan sarana dan prasarana, biaya serta sumber daya manusia yang menguasai dunia teknologi informasi, telekomunikasi dan transaksi elektronik. Keberadaan undang-undang yang mengatur cybercrime memang diperlukan, akan tetapi apalah arti undang-undang jika pelaksana dari undang-undang tidak memiliki sarana dan prasarana serta biaya yang memadai, kemampuan atau keahlian sumber daya manusia dalam bidang itu, demikian pula dengan masyarakat yang menjadi sasaran dari undang-undang tersebut tidak mendukung tercapainya tujuan pembentukan hukum tersebut.
Perlakuan terhadap kasus-kasus cyber crime tidak cukup dengan memonitor dan koordinasi dengan instansi terkait yang berhubungan dengan perkembangan kasus penyalahgunaan identitas untuk memudahkan kejahatan cyber tanpa adanya tindakan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana cyber crime dalam rangka membuat jera para pelaku cyber crime. Guna mewujudkan pelaksanaan penyidikan dan penindakan terhadap para pelaku cyber crime secara proporsional dan profesional dibutuhkan adanya dukungan sumber daya manusia yang menguasai dunia teknologi informasi, telekomunikasi dan transaksi elektronik.
2. Era Globalisasi dan Era Cyber Crime.
Pesatnya perkembangan di bidang teknologi informasi saat ini merupakan dampak dari semakin kompleksnya kebutuhan manusia akan informasi itu sendiri. Dekatnya hubungan antara informasi dan teknologi jaringan komunikasi telah menghasilkan dunia maya yang amat luas yang biasa disebut dengan teknologi cyberspace. Teknologi ini berisikan kumpulan informasi yang dapat diakses oleh semua orang dalam bentuk jaringan-jaringan komputer yang disebut jaringan internet. Sebagai media penyedia informasi internet juga merupakan sarana kegiatan komunitas komersial terbesar dan terpesat pertumbuhannya. Sistem jaringan memungkinkan setiap orang dapat mengetahui dan mengirimkan informasi secara cepat dan menghilangkan batas-batas teritorial suatu wilayah negara. Kepentingan yang ada bukan lagi sebatas kepentingan suatu bangsa semata, melainkan juga kepentingan regional bahkan internasional.
Perkembangan teknologi informasi yang terjadi pada hampir setiap negara sudah merupakan ciri global yang mengakibatkan hilangnya batas-batas negara (borderless). Setiap negara harus menghadapi kenyataan bahwa informasi dunia saat ini dibangun berdasarkan suatu jaringan yang ditawarkaan oleh kemajuan bidang teknologi. Salah satu cara berpikir yang produktif adalah mendirikan usaha untuk menyediakan suatu infra struktur informasi yang baik di dalam negeri, yang kemudian dihubungkan dengan jaringan informasi global.
Dalam era globalisasi sekarang ini, di sektor perbankan semakin meningkat meningkat para investasi yang melakukan kegiatannya dengan menggunakan jasa perbankan, atas dasar inilah yang dapat meningkatkan serta mendukung pembangunan ekonomi di Indonesia. Akan tetapi kegiatan perbankan didalam melayani kegiatan para investasi tersebut, tidak terlepas dari saran serta perangkat media elektronik berupa computer beserta perangkat internetnya, yang mungkin saja akan terjadi tindak kejahatan yang menggunakan sarana media computer, yang dapat mengganggu system perbankan di Indonesia. Atas dasar tersebutlah maka dikenal kejahatan Cyber Crime adalah kejahatan yang dengan menggunakan sarana media elektronik internet (kejahatan dunia alam maya) atau kejahatan dibidang komputer dengan secara illegal, dan dari difinisi yang lain dapat diartikan sebagai kejahatan komputer yang ditujukan kepada sistem atau jaringan komputer, yang mencakup segala bentuk baru kejahatan yang menggunakan bantuan sarana media elektronik internet (segala bentuk kejahatan dunia alam maya).
Cyber crime merupakan bentuk fenomena baru dalam tindak kejahatan sebagai dampak langsung dari perkembangan teknologi informasi. Beberapa sebutan diberikan pada jenis kejahatan baru ini di dalam berbagai tulisan, antara lain: sebagai “kejahatan dunia maya” (cyber-space/virtual-space offence), dimensi baru dari “hi-tech crime”, dimensi baru dari “transnational crime”, dan dimensi baru dari “white collar crime”.Kekhawatiran akan tindak kejahatan ini dirasakan di seluruh aspek bidang kehidupan. Dan yang lebih mengkhawatirkan lagi, meskipun sudah ada kerangka yang cukup signifikan dalam peraturan perundang-undangan untuk menjerat sang pelaku di dunia cyber karena sulitnya pembuktian, namun pilar hukum tersebut sampai saat ini belum dapat digunakan untuk menangani tindak kejahatan cyber. Terlebih sosialisasi mengenai hukum cyber di masyarakat masih sangat minim. Kendati Undang-undang telah disyahkan oleh DPR, namun hasil yang signifikan belum terwujud, terlebih belum tentu ada kesesuaian antara undang-undang yang dibuat dengan kondisi sosial yang terjadi di masyarakat. Referensi dari beberapa negara yang sudah menetapkan undang-undang semacam ini dirasa masih belum menjamin keberhasilan penerapan di lapangan, karena pola pemetaan yang mengatur kejahatan cyber bukan sekedar kejahatan di suatu negara, melainkan juga menyangkut kejahatan antar kawasan dan antar negara. Kejahatan cyber secara hukum bukanlah kejahatan sederhana karena tidak menggunakan sarana konvensional, tetapi menggunakan komputer dan internet.
3. Tantangan Yang Dihadapi.
Di era globalisasi ini hampir semua wacana yang ditiupkan tidak dapat terlepas dari pengaruh informatika global, hampir semua aspek kehidupan kita selalu berhubungan dengan perkembangan teknologi informatika. Sebagai bukti pendukung coba cermati teknologi internet yang mampu menyatukan dunia hanya ke dalam sebuah desa global. Selain itu teknologi informasi juga memiliki fungsi penting lainnya, yaitu fungsi automating, dimana ia membuat sejumlah cara kerja dan cara hidup menjadi lebih otomatis, ATM, telephone banking hanyalah merupakan salah satu kemudahan yang diberikan teknologi informasi sebagai automating. Tidak hanya itu, TI juga mempunyai fungsi informating. Membuat informasi berjalan cepat dan akurat. Bahkan bisa menyatukan dunia ke dalam sebuah sistem informasi life. Lebih dari sekedar menbantu penyebaran informasi, belakangan teknologi ini juga ikut memformat ulang cara kita hidup dan bekerja
Oleh karena itulah maka kita sebagai bangsa yang masih baru dalam mengikuti perkembangan teknologi informasi haruslah pintar-pintar memilah dan memilih dalam penggunannya, karena alih-alih kita ingin memajukan bangsa dengan menjadikan teknologi informasi sebagai enlightening technology. Teknologi yang mencerahkan orang banyak. Justru yang terjadi malah sebaliknya, yaitu destructive technology. Teknologi yang mengakibatkan kehancuran bagi makhluk hidup.
Karena kurangnya pengetahuan sebagian besar masyarkat kita akan manfaat internet, yang terjadi justru bukan pemanfaatan internet sebagai sarana informating ataupun reformating melainkan hanya sebatas menggunakannya sebagai sarana hiburan . Sehingga internet bukan lagi menjadi sebuah enlightening technology tetapi justru dianggap sebagai penyebab turunnya moral bangsa, sebagai bukti dapat kita lihat dengan maraknya bisnis ‘gelap’ melalui internet. Sedangkan bagi sebagian computer intelectual internet justru disalahgunakan sebagai sarana untuk memperoleh keuntungan yang menyebabkan kerugian bagi orang lain yang terkenal dengan istilah cyber crime.
Dalam perkembangannya ternyata penggunaan internet tersebut membawa sisi negatif, dengan membuka peluang munculnya tindakan-tindakan anti sosial dan perilaku kejahatan sebagai aplikasi dari perkembangan internet, yang sering disebut cyber crime. Cyber Crime dalam arti disebut “computer crime” dan Cyber Crime dalam arti luas disebut computer related crime (CRC). Computer crimepun dapat diartikan sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal. Dari beberapa pengertian di atas, computer crime dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai komputer sebagai sarana/alat atau komputer sebagai obyek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain. Secara ringkas computer crime didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan teknologi yang canggih16 .Ada kontradiksi yang sangat mencolok untuk menindak kejahatan seperti ini. Dalam hukum diperlukan adanya kepastian termasuk mengenai alat bukti kejahatan, tempat kejahatan dan korban dari tindak kejahatan tersebut, sedangkan dalam computer crime ini semuanya serba maya, lintas negara dan lintas waktu.
Kendati kejahatan ini kerap terjadi namun hingga sekarang pilar hukum yang paling ampuh untuk menangani kasus-kasus tersebut belum didukung oleh peraturan pemerintah, kalau tidak demikian kemungkinan perkembangan kejahatan di dunia cyber semakin dahsyat. Selain menggunakan piranti canggih, modus operandi kejahatan cyber juga tergolong rapi. Begitu hebatnya kejahatan ini bahkan dapat meresahkan dunia internasional. Dinamika cybercrime memang cukup rumit. Sebab, tidak mengenal batas negara dan wilayah. Selain itu, waktu kejahatannya pun sulit ditentukan. Dengan demikian dimana kejahatan Cyber Crime adalah suatu kejahatan dunia alam maya yang tidak dapat dideteksi setiap saat, mengingat kejahatan Cyber Crime adalah suatu kejahatan yang dilakukan oleh pelaku dengan identitas yang tidak jelas atau akuran (memakai samaran identitas nasabah lain). Lengkap sudah fenomena Cyber Crime untuk menduduki peringkat calon kejahatan terbesar di masa mendatang. Lalu bagaimana upaya antisipasinya di Indonesia?
4. Peran Sat IV / Cyber Crime Dit Reskrimsus PMJ
Pada akhirnya, dengan adanya kejahatan yang semakin canggih dan sulit dilacak, memerlukan penanganan secara khusus, hukum tidak akan bisa tegak dengan sendirinya tanpa adanya aparat penegak hukum seperti polisi yang bisa dan optimal menjembataninya, sehingga tugas polisi semakin berat. Untuk itu, polisi mau tidak mau harus menguasai dunia perangkat lunak ini. Cyber crime harus ditangani oleh cyber police. Cyber police merupakan polisi yang dilatih dan dibekali untuk menangani kasus segala tindak kriminal yang berkaitan dengan cyberspace. Cyber police berinteraksi secara aktif seperti, menggunakan internet untuk mencari informasi, mengadakan kontak dan diskusi, maupun memberikan pelayanan informasi masyarakat.
Kepentingan polisi dalam kedudukannya sebagai penyidik tindak pidana menggambarkan bahwa penegak hukum dalam konteks Criminal Justice System, polisi merupakan garda terdepan sebagai pintu gerbang utama dari aparat penegak hukum lainnya. Sebagai pintu utama dalam mengejawantahkan aturan-aturan hukum yang berisi huruf-huruf mati sangat menentukan proses penegakkan hukum selanjutnya menjadi hukum yang hidup untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap masyarakat. Karena itu kedudukan polisi dalam Criminal Justice System merupakan ujung tombak proses peradilan tindak pidana. Selain itu kedudukan polisi merupakan ujung tombak perubahan sosial. Hukum merupakan sarana penting dalam rekayasa sosial, yang berarti bahwa setiap aturan hukum yang bertujuan memberi kepastian hukum dan keadilan dalam rangka penegakkan hukum. Polisi merupakan salah satu pilar yang penting, karena badan tersebut mempunyai peranan sangat penting dalam mewujudkan janji-janji hukum menjadi kenyataan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa peranan polisi dalam menegakkan hukum memiliki posisi yang sangat penting terkait dengan perannya yang berhubungan langsung dengan masyarakat maupun pelanggar hukum (penjahat). Pasal-pasal dalam hukum pidana hanya akan menjadi kenyataan, apabila ada badan yang melakukan mobilisasi hukum pidana itu. Orang yang telah melakukan kejahatan tidak akan dengan sendirinya menyerahkan dirinya untuk diproses melalui sistem peradilan pidana yang ada. Karena itu, harus ada suatu badan publik yang memulainya, dan itu pertama-tama dilakukan oleh polisi dengan melakukan penangkapan, penahanan dan penyidikan. Lembaga kepolisian merupakan lembaga pertama dalam sistem peradilan pidana yang diberi wewenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap peristiwa kejahatan. Berdasarkan kewenangannya polisi diperbolehkan untuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang dicurigai telah melakukan tindakan kejahatan.
Upaya penanganan cybercrime membutuhkan keseriusan semua pihak mengingat teknologi informasi khususnya internet telah dijadikan sebagai sarana untuk membangun masyarakat yang berbudaya informasi. Keberadaan undang-undang yang mengatur cybercrime memang diperlukan, akan tetapi apalah arti undang-undang jika pelaksana dari undang-undang tidak memiliki kemampuan atau keahlian dalam bidang itu dan masyarakat yang menjadi sasaran dari undang-undang tersebut tidak mendukung tercapainya tujuan pembentukan hukum tersebut.
Kini, undang-undang yang mengatur tentang informasi dan transaksi elektronik sudah disyahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tinggal penegak hukum bagaimana menerapkan dan menjerat para pelaku cyber crime, yang memang tidak mudah untuk menangkap dan menjeratnya. Karena cyber crime merupakan suatu kejahatan maya dengan kerugian nyata. Hukuman yang berat dan denda yang besar tidak akan membuat jera para pelaku cyber crime jika tidak ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum.
Semakin meningkat dan berkembangnya teknologi informasi dan telekomunikasi berdampak pula terhadap peningkatan modus operandi kejahatan yang dilakukan para pelaku cyber crime, sehingga untuk mampu mengungkap kasus yang berkaitan dengan teknologi informasi, telekomunikasi serta transaksi elektronik yang semakin berkembang perlu adanya peningkatan kualitas, profesionalisme kinerja dan kemampuan personel melalui dukungan sarana prasarana, biaya, pelatihan dan sumber daya manusia. Dengan keterbatasan sarana dan prasarana, biaya dan sumber daya manusia Sat IV / Cyber Crime dalam mendukung tugas operasional kepolisian khususnya dalam mengungkap kasus-kasus cyber crime, disarankan agar sistem pembiayaan penyidikan harus berbasis kinerja atau dengan menggunakan sistem reemburse. Di samping itu harus adanya cost untuk pemeliharaan alat-alat forensik bantuan mancanegara.
Dalam menempatkan personel di Sat IV / Cyber Crime agar dilakukan seleksi yang ketat terutama personel dengan kualifikasi memiliki kemampuan komputer atau teknologi informasi. Karena itu dengan adanya assesment atau persyaratan teknis dan taktis operasional baik teknologi informasi maupun penyelidikan dan penyidikan konvensional. Anggota yang akan bergabung dengan Sat IV / Cyber Crime di samping memiliki kemampuan teknologi informasi juga harus memiliki pengalaman penyidikan dasar, sehingga ketika penempatan pada Sat IV / Cyber Crime, yang bersangkutan dapat langsung beradaptasi sesuai dengan latar belakang yang dimilikinya.
5. SDM, Sarana dan Prasarana.
Sat IV / Cyber Crime memiliki sarana prasarana laboratorium mini berupa Komputer dan Forensic Tool Kit-nya dengan personel yang mengawakinya untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas operasional dalam rangka pengungkapan kasus-kasus cyber crime yang semakin berkembang disarankan untuk tetap mengirimkan personel Sat IV / Cyber Crime mengikuti pelatihan penyidikan cyber crime di dalam maupun di luar negeri.
Untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme kinerja laboratorium mini perlu peningkatan status pengelola instalasi tersebut, disarankan agar laboratorium mini tersebut diisi dengan personel berpangkat Perwira Pertama / Perwira Menengah dengan Jabatan Kepala Laboratorium Cyber Crime yang berkedudukan langsung di bawah Kasat IV / Cyber Crime.
Dengan keterbatasan jumlah personel Sat IV / Cyber Crime dalam mendukung tugas operasional kepolisian khususnya dalam mengungkap kasus-kasus cyber crime, disarankan agar melakukan rekruitment terhadap personel Polda Metro Jaya yang memiliki latar belakang Sarjana Komputer atau personel yang memiliki kemampuan dan keahlian dalam bidang teknologi informasi untuk ditempatkan pada Sat IV / Cyber Crime.
Sarana dan prasarana yang dimiliki Sat IV / Cyber Crime berupa minilab yang dilengkapi dengan peralatan sebagai berikut :
a. FTK Imager.
b. Net Analyst.
c. i2 version 7.
d. Ultra Taloon (Hardisk Cloning).
e. Encase version 5.
f. Digital Detective Toolkit (Hardisk Cloning).
g. Acces Data Forensic Toolkit.
6. Pengungkapan Kasus.
Cyber crime atau kejahatan digital merupakan sesuatu tindakan yang merugikan orang lain atau pihak-pihak tertentu yang dilakukan pada media digital atau dengan bantuan perangkat-perangkat digital. Tindakan, perilaku, perbuatan yang termasuk dalam kategori kejahatan digital atau Cyber crime antara lain sebagai berikut:
a. Penipuan finansial melalui perangkat komputer dan media komunikasi digital.
b. Sabotase terhadap perangkat-perangkat digital, data-data milik orang lain, dan jaringan komunikasi data.
c. Pencurian informasi pribadi seseorang maupun organisasi tertentu.
Penetrasi terhadap sistem komputer dan jaringan sehingga menyebabkan privasi terganggu atau gangguan pada fungsi komputer yang Anda gunakan (denial of service).
d. Para pengguna internal sebuah organisasi melakukan akses-akses ke server tertentu atau ke internet yang tidak diijinkan oleh peraturan organisasi.
e. Menyebarkan virus, worm, backdoor, trojan pada perangkat komputer sebuah organisasi yang mengakibatkan terbukanya akses-akses bagi orang-orang yang tidak berhak.
Kejahatan-kejahatan digital ini sudah pasti memanfaatkan perangkat dan media digital dalam bekerja. Jadi bukti-bukti digital sudah pasti akan dihasilkan dari proses kejahatan ini. Tetapi bagaimana dengan kejahatan fisikal yang menggunakan bantuan perangkat dan media komunikasi digital? Tentu saja jika kejahatannya sudah berhubungan dengan perangkat digital, bukti kejahatannya tentu bisa saja tertinggal dalam format digital.
Sebuah tindakan kejahatan baik yang tidak direncanakan maupun yang direncanakan, pastilah menjalani sebuah proses. Proses kejahatan yang dilakukan oleh tersangka terhadap korbannya untuk menuju sebuah hasil akhir kejahatan, tentu akan banyak berhubungan dan mengandalkan bantuan dari berbagai aspek pendukung. Di dalam interaksi antara korban, tersangka dan aspek pendukung, terjadi apa yang sering disebut pertukaran. Tersangka, korban, dan aspek pendukung saling melakukan pertukaran atribut yang merupakan ciri khas atau identitas masing-masing dalam sebuah proses kejahatan. Dari atribut-atribut khas yang terekam inilah proses berlangsungnya kejahatan sering kali dapat tergambar dengan sangat jelas.
Melalui penyelidikan terhadap semua atribut yang saling tertukar tersebut para penyidik dapat mengetahui siapa pelaku kejahatan, siapa korbannya, dan aspek-aspek apa saja yang digunakan dalam prosesnya. Atribut atau identitas apa saja yang terekam dan tertukar dalam sebuah proses kejahatan inilah yang disebut dengan bukti kejahatan. Tindakan kejahatan tradisional umumnya meninggalkan bukti kejahatan berupa bukti-bukti fisikal, karena proses dan hasil kejahatan ini biasanya juga berhubungan dengan benda berwujud nyata. Dalam dunia komputer dan internet, tindakan kejahatan juga akan melalui proses yang sama. Proses kejahatan yang dilakukan tersangka terhadap korbannya juga akan mengandalkan bantuan aspek pendukung dan juga akan saling melakukan pertukaran atribut.
Namun dalam kasus ini aspek pendukung, media, dan atribut khas para pelakunya adalah semua yang berhubungan dengan sistem komputerisasi dan komunikasi digital. Atribut-atribut khas serta identitas dalam sebuah proses kejahatan dalam dunia komputer dan internet inilah yang disebut dengan bukti-bukti digital.
Apa respon dan reaksi Anda ketika sedang mengakses internet dan menemukan sebuah situs penuh dengan nomor kartu kredit orang lain yang dapat digunakan untuk belanja di Internet? Apakah anda tergiur? Bagi orang yang tahu tentang penggunaan dan manfaat kartu kredit, tentu sesaat pasti Anda tergiur juga dan mulai memikirkan bagaimana cara menghabiskan limit belanjanya. Jika ingin belanja barang bagaimana proses pengirimannya, bagaimana penamaannya dan sebagainya, pasti pernah juga terbersit di benak Anda. Namun sebaiknya Anda berpikir lagi sesaat apakah Anda akan aman dari kejaran polisi? Jangan pernah berpikir Anda aman karena berada di internet, karena sebenarnya tidaklah sulit untuk menyodorkan sejumlah bukti-bukti digital terhadap kejahatan yang akan Anda lakukan. Jadi jangan tergiur untuk berbuat jahat.
Kejahatan dunia cyber sekilas memang tidak kasat mata dan sangat sulit untuk dilacak, namun pada kenyataannya sulit juga untuk menutup-tutupinya, bagai bangkai yang akan tercium juga baunya. Bukti kejahatan yang dilakukan mungkin saja bisa di hilangkan dari perangkat dan jaringan data yang digunakan. Namun jika digali lebih dalam lagi, mungkin masih tertinggal sisa-sisa kejahatan tersebut sepanjang jalan dunia maya.
Sebagai contoh pengungkapan kasus, polisi telah berhasil mengungkap kasus kejahatan internet berupa tindak pidana pencurian dan penipuan melalui internet (cyber fraud) dengan tersangka Rizky Martin alias Steve Rass dan Texanto Salassa Tangdilallo alias Doni Michael. Kedua tersangka tersebut ditangkap Unit I Sat IV / Cyber Crime Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya, pada hari Senin tanggal 24 Maret 2008. Modus operandi, kedua tersangka melakukan transaksi / membeli barang melalui internet yang pembayarannya menggunakan kartu kredit elektronik milik orang lain melalui Google Media tanpa sepengetahuan pemiliknya.
7. Manfaat, Kendala dan Upaya
Kasus cyber crime merupakan salah satu transnasional crime. Jangkauan kejahatan transnasional dengan cepat meluas karena pengaruh globalisasi atau internasionalisasi. Kejahatan yang semula bersifat lokal dengan cepat menjadi ancaman global sebagai dampak revolusi teknologi komunikasi dan kemajuan transportasi.
Manfaat yang dapat diambil dari penanganan kasus transnasional crime seperti penangannan kasus cyber crime hingga ke Amerika Serikat merupakan sebuah pengalaman yang sangat berharga dalam pengungkapan sebuah kasus kejahatan. Di samping itu, manfaat lain yang dapat diambil adalah penyidik dapat mengetahui penanganan cyber crime di negara maju, penyidik atau anggota polisi dapat mengetahui cara kerja di bidang transnasional crime, mengerti tentang tata cara penyidikan di luar negeri, memahami pentingnya koordinasi dengan sesama polisi (Penegak Hukum) antar negara.
Namun yang menjadi masalah adalah penggunaan anggaran yang cukup besar dalam melakukan penanganan kasus transnasional tersebut. Negara atau pemerintah belum dapat menganggarkan untuk penanganan perkara transnasional karena pelaku maupun korban yang berada di negara lain dengan jarak yang sangat jauh dan biaya perjalanan yang sangat besar. Kendala lainnya adalah tidak adanya persamaan persepsi penanganan kasus cyber crime antara penyidik, penuntut umum maupun hakim dalam memutus perkara tersebut. Sering bolak-baliknya berkas perkara dari penuntut umum ke penyidik kepolisian dalam perkara cyber crime menunjukkan kurangnya pemahaman penuntut umum terhadap kasus cyber crime atau kekurangjelian penyidik dalam melengkapi berkas perkara. Karena itu harus ada kesamaan persepsi terhadap penanganan perkara cyber crime antara criminal justice system. Cybercrime merupakan kejahatan dengan dimensi high-tech, dan aparat penegak hukum belum sepenuhnya memahami apa itu cybercrime. Dengan kata lain kondisi sumber daya manusia khususnya aparat penegak hukum masih lemah.
Beberapa sebab penanganan kasus cybercrime masih kurang memuaskan:
a. Cybercrime merupakan kejahatan dengan dimensi high-tech, dan aparat penegak hukum belum sepenuhnya memahami apa itu cybercrime. Dengan kata lain kondisi sumber daya manusia khususnya aparat penegak hukum masih lemah.
b. Ketersediaan dana atau anggaran untuk pelatihan SDM sangat minim sehingga institusi penegak hukum kesulitan untuk mengirimkan mereka mengikuti pelatihan baik di dalam maupun luar negeri.
c. Kurang lengkapnya peralatan Laboratorium Forensik Komputer menyebabkan waktu dan biaya besar.
d. Kesadaran hukum untuk melaporkan kasus ke kepolisian rendah. Hal ini dipicu oleh citra lembaga peradilan itu sendiri yang kurang baik, factor lain adalah korban tidak ingin kelemahan dalam sistem komputernya diketahui oleh umum, yang berarti akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan web masternya.
Upaya penanganan cybercrime membutuhkan keseriusan semua pihak mengingat teknologi informasi khususnya internet telah dijadikan sebagai sarana untuk membangun masyarakat yang berbudaya informasi. Keberadaan undang-undang yang mengatur cybercrime memang diperlukan, akan tetapi apalah arti undang-undang jika pelaksana dari undang-undang tidak memiliki kemampuan atau keahlian dalam bidang itu dan masyarakat yang menjadi sasaran dari undang-undang tersebut tidak mendukung tercapainya tujuan pembentukan hukum tersebut.
Dalam rangka meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan penyidikan cyber crime, Polda Metro Jaya khususnya Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya telah mengikutsertakan penyidik maupun penyidik pembantu untuk mengikuti pelatihan maupun seminar baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Adapun keikutsertaan anggota untuk mengikuti kursus Cyberlaw (Hukum Telematika) maupun seminar di bidang Information Technology baik di dalam maupun di luar negeri. Selain itu melakukan kerjasama dengan instansi terkait dalam mengungkap tindak kejahatan cyber dalam dan luar negeri.
8. Penutup.
Kemajuan teknologi informasi, terutama berbasis internet menjadikan dunia seperti bebas dan tanpa ada batas. Hanya dengan menggunakan satu ”klik” saja, segala informasi yang dibutuhkan dapat dengan mudah dinikmati. Kemudahan ini menimbulkan dampak negatif dari internet, yakni membuka peluang munculnya tindakan antisosial dan tindakan kriminal yang selama ini mungkin tidak terbayangkan. Kejahatan dan pelanggaran hukum yang terjadi sebenarnya sama saja berupa pencurian, pornografi, pemalsuan, pencemaran, penghinaan, melawan hukum, pemaksaan, terorisme dan lain-lain. Perbedaannya hanya pada penggunaan medianya. Para pelaku cyber crime mempunyai ciri atau karakteristik khusus yang berhubungan dengan kemahirannya dalam mempergunakan komputer dengan teknologi informasinya.
Lembaga kepolisian merupakan lembaga pertama dalam sistem peradilan pidana yang diberi wewenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap peristiwa kejahatan. Berdasarkan kewenangannya polisi diperbolehkan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap orang yang dicurigai telah melakukan tindakan kejahatan. Untuk mendukung pelaksanaan tugas tersebut agar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien serta mencapai sasaran yang telah ditetapkan diperlukan sarana prasarana, biaya yang memadai dan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi.
Oleh: Atang Setiawan