xmlns:fb='http://www.facebook.com/2008/fbml'> Sat Cyber Crime Polda Metro Jaya SUB DIT IV/ CYBER CRIME POLDA METRO JAYA: Merampok dengan Teknologi

3/03/2010

Merampok dengan Teknologi

 Kebutuhan dan penggunaan akan teknologi informasi yang diaplikasikan dengan computer dan jaringannya dalam segala bidang seperti e-banking, ecommerce, e-government, education dan banyak lagi telah menjadi sesuatu yang lumrah. Bahkan apabila masyarakat terutama yang hidup di kota besar tidak bersentuhan dengan persoalan teknologi informasi dapat dipandang terbelakang atau ”gaptek”. Demikian halnya dengan ketertarikan dengan teknologi informasi dan komunikasi, masyarakat tidak terlepas dari hal tersebut.
Saat ini dengan semakin pesatnya perkembangan dunia teknologi informasi serta perkembangan internet menjadi media yang “nyaman” untuk melakukan kejahatan. Tidak banyak orang yang tahu apa yang sedang terjadi dalam Internet, apa dan siapa yang bertransaksi menggunakan Internet, para “penduduknya” tidak kasat mata, tidak ada identitas yang jelas bagi penggunanya, belum ada standar hukum dan aturan yang jelas di dalamnya, belum ada polisi yang berpatroli dan segudang ketidakpastian lainnya. Ini menjadikan Internet bagaikan hutan belantara yang membuat orang bisa berbuat apa saja di dalamnya. 
Download
Perdagangan dan transaksi secara elektronik yang makin marak dewasa ini selain memberikan peluang dan berbagai kemudahan di satu sisi, ternyata memberikan dampak negative di sisi lain. Dampak negatif yang mungkin terjadi antara lain berupa kerugian yang dialami oleh konsumen yang melakukan transaksi. Kerugian konsumen secara garis besar dapat dibagi dua; pertama kerugian yang diakibatkan oleh pelaku penjual yang memang secara tidak bertanggung jawab merugikan konsumen dan kedua, kerugian konsumen yang terjadi karena tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak ketiga sehingga konsumen disesatkan dan kemudian dirugikan. Tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak ketiga tersebut antara lain berupa penggunaan nomor kartu kredit milik orang lain secara illegal untuk memesan sejumlah barang melalui media internet yang dikenal dengan istilah carding, atau dengan cara menggunakan alat penggesek kartu kredit untuk meng-copy data-data kartu kredit yang selanjutnya data-data yang sudah di-copy dicetak menjadi kartu kredit yang baru dengan menggunakan data-data yang telah diambil dari kartu kredit sebelumnya yang dikenal dengan istilah skimming. Selain itu juga sebuah kejahatan berupa penjebakan terhadap nomor kartu kredit dengan berbagai cara seperti jebakan hadiah juga sering berhasil menggaet orang untuk menyebutkan nomor kartu kredit miliknya. Pelaku menawarkan sebuah layanan atau hadiah gratis dari sebuah perusahaan jasa yang baru dibuka dengan meminta data-data kartu kreditnya, perilaku kejahatan ini dikenal dengan card trapping.
Teknologi menjadi sangat penting mengingat pendekatan teknologi pada hakekatnya merupakan langkah preventif terhadap upaya-upaya penyalahgunaan teknologi yang bersangkutan, di mana hal itu belum tentu dapat diselesaikan melalui pendekatan hukum. Kemudian pada kesempatan lain, pendekatan hukum dapat dijadikan sebagai langkah preventif dan represif apabila ada pelanggaran-pelanggaran dalam penggunaan teknologi informasi. Termasuk di dalamnya penggunaan kartu kredit, persaingan kartu kredit di tanah air semakin hari semakin ketat. Setiap bank penerbit kartu kredit, apakah itu bank asing maupun lokal berlomba mencari inovasi baru guna menjaring nasabah seiring dengan perkembangan teknologi dengan menawarkan beraneka keuntungan bagi para pemegang kartu plastik. Di tengah kancah persaingan yang menguras energi, para penerbit kartu kredit masih menghadapi musuh bersama yaitu kejahatan kartu kredit. Pihak yang dirugikan di sini tak hanya nasabah yang kartu kreditnya dibobol tetapi juga bank penerbit kartu kredit. Kredibilitas bank penerbit kartu kredit dipertaruhkan. Kecenderungan terus meningkatnya kejahatan kartu kredit disebabkan sulitnya mengungkap kasus tersebut di samping modus operandi penjahatnya makin canggih.

Card Skimming.
Kehadiran teknologi yang semakin canggih dengan menyediakan sarana untuk bertransaksi secara elektronik, tidak dimungkiri telah memberikan kemudahan dan keuntungan bagi masyarakat, adanya kartu kredit maupun ATM (athoumatic teller machine), atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Anjungan Tunai Mandiri, tidak dimungkiri telah memberikan kemudahan dan keuntungan bagi para nasabah nasabah bank dalam melakukan berbagai aktivitas transaksi perbankan. Untuk memenuhi kebutuhan transaksi perbankan nasabah yang makin beragam, industri perbankan melengkapi fasilitas ATM dengan puluhan fitur lainnya di luar fitur penarikan tunai. Karenanya dengan semakin meningkatnya teknologi, tidak dimungkiri semakin canggih pula modus operandi kejahatan berbasis teknologi.
Pelaku dalam melakukan kejahatannya menggunakan perangkat yang sangat canggih dan terlihat seolah-olah mereka merupakan bagian dari mesin itu sendiri. Kejahatan ini sangat sulit untuk membuktikannya, mengingat transaksi penarikan / pendebetan rekening nasabah akan terlihat berjalan dengan “normal dan sah”. Sementara itu, nasabah yang menjadi korban tidak mengakui adanya penarikan / pendebetan tersebut karena tidak melakukannya. Hal ini sangat berpotensi menimbulkan sengketa antara nasabah dengan bank. Apabila hal ini tidak ditangani dengan serius dan dibiarkan berlarut-larut, dapat mempengaruhi reputasi bank dan mengurangi kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan serta merugikan hak-hak nasabah.
Card skimming pada dasarnya memperoleh nomor-nomor yang ada di dalam kartu kredit yang diambil dengan cara meng-copy datanya menggunakan alat Skimmer (alat penggesek kartu kredit) selanjutnya data-data yang sudah dicopy kemudian oleh tersangka dicetak menjadi kartu kredit yang baru dengan menggunakan data-data yang telah diambil dari kartu kredit sebelumnya. Setelah berhasil mencetak kartu kredit yang diduga palsu (duplikat), tersangkka menggunakan kartu kredit tersebut untuk transaksi tanpa sepengetahuan pemegang kartu yang asli / yang sebenarnya.
Dalam kasus card skimming, mesin ATM biasnaya tampak normal. Terlihat tidak mencolok, tetapi perangkat pembaca dan perekam kartu (skimmer) sebenarnya ada dan melapisi mulut penelan kartu (slot) serta mentransmisikan data kepada pelaku yang berada di sekitar lokasi. Pada waktu yang bersamaan, kamera nirkabel yang dipasang dan disamarkan di tempat seperti wadah brosur diarahkan ke padapn ketik PIN. Dengan data curian, pelaku dengan mudah menyalin PIN ke kartu baru untuk menarik dana dari banyak nomor rekening. Ketika si nasabah asli pergi lagi ke ATM untuk melakukan serangkaian transaksi, terkejutlah dia karena mendapati isi rekening sudah digunakan transaksi tanpa sepengetahuannya. Kedengarannya mudah, tetapi serangkaian teknik pembobolan bank ini sesungguhnya kompleks.
Card skimming merupakan representasi dari kejahatan internasional yang menggunakan hi-tech.Teknologi relatif tinggi artinya hanya orang-orang tertentu saja yang sanggup melakukan kejahatan ini serta open resources mediator atau dapat menjadi media untuk berbagai kejahatan salah satunya kejahatan di bidang perbankan. Undang-undang atau perangkat hukum positif merupakan instrument terakhir dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu penyidikan karena penerapan delik-delik hukum yang salah akan mementahkan penyidikan yang dilakukan, walaupun penyidiknya sudah mampu dan memahami profil dan budaya para pelaku kejahatan card skimming, teknik-teknik serta modus operandi para pelaku card skimming, serta sudah didukung oleh laboratorium yang canggih sekalipun.

Card Trapping.
Berbagai fasilitas transaksi elektronik sudah tentu memberi kemudahan bagi nasabah bank. Namuna, tidak hanya nasabah bank yang memanfaatkannya. Para pelaku kejahatan yang notabene merupakan orang-orang yang tidak bertanggung jawab pun bisa menggunakannya untuk mencari keuntungan. Saat ini, kejahatan dalam transaksi elektronik, salah satunya terhadap ATM, tidak hanya pembobolan mesin saja, tetapi juga menipu nasabah bank dengan memanfaatkan fitur yang ada di ATM.
Beragam modus operandi penipuan kerap terjadi, banyak nasabah ditipu telah memenangi undian tertentu, dan yang bersangkutan diminta transfer uang guna membayar pajaknya melalui ATM. Nasabah diminta register dulu di mesin ATM guna pengambilan hadiah. Padahal yang bersangkutan melakukan transfer ke rekening penipu tersebut.
Modus yang terkesan biasa saja ini ternyata telah banyak memakan korban. Korbannya tidak saja orang lugu, kaum akademisi yang bergelar doktor pun pernah tertipu dengan modus seperti ini. Serasa tidak puas dengan hasil yang diperolehnya dari modus ini, pelaku kejahatan terhadap nasabah pengguna ATM pun terus berkembang, bahkan terkesan makin berani. Misalnya, melakukan vandalisme terhadap mesin ATM. Vandalisme di sini bukan saja membobol mesin ATM untuk merampok uang tunai di boks ATM, melainkan juga melakukan penipuan dengan cara yang disebut card trapping, atau penjebakan kartu ATM. Para pelaku mengganjal tempat masuk kartu ATM dengan tusuk gigi, korek api, kawat kecil, atau barang lain sejenis. Kemudian memasang stiker palsu di tempat paling strategis serta mudah dilihat nasabah pada mesin ATM, berisikan nomor telepon palsu dari call center bank.
Saat nasabah bertransaksi di mesin ATM, kartunya akan tersangkut pada perangkap yang dipasang pelaku kejahatan. Merasa kartunya tertelan di mesin ATM, nasabah akan segera menghubungi nomor call center palsu untuk melakukan pemblokiran kartu ATM. Ketika menerima telepon, sang penipu berpura-pura sebagai petugas bank. Nasabah yang percaya segera memberitahu semua data yang diminta, termasuk nomor PIN (personal identification number). Padahal PIN bersifat sangat pribadi dan rahasia, jadi tidak boleh diberitahukan kepada orang lain. Segera setelah pemilik kartu ATM berlalu, si penipu segera mengambil kartu yang masih tersangkut di mesin ATM, sambil menguras dana yang ada di tabungan tersebut. Sebab kartu dan nomor PIN sudah dalam genggamannya. Nasabah yang merasa aman, karena mengira kartu ATM sudah dalam keadaan terblokir, biasanya tidak segera datang ke outlet bank untuk mengurus pengembalian kartunya pada hari itu juga. Umumnya beberapa hari kemudian ia baru datang ke bank, dan terkejutlah saat mengetahui dirinya telah menjadi korban penipuan, dan uangnya habis digasak penipu.
Modus tersebut saat ini sering menimpa nasabah bank dan mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit. Banyak yang melakukan komplain ke bank, bahkan memasukkan komplainnya ke surat kabar. Tidak sedikit nasabah yang meminta pertanggungjawaban bank, karena menganggap itu merupakan kelalaian pihak bank. Di lain pihak, bank menilai kalau itu adalah suatu modus penipuan. Jadi, dalam hal ini, bank juga menjadi korban. Kamera CCTV untuk mengatasi hal tersebut, sebenarnya kalangan perbankan telah melakukan berbagai pengamanan. Di antaranya memasang kamera CCTV di mesin-mesin ATM, terutama yang berada di tempat umum. Pada kenyataannya, meski terlihat gambarnya di kamera, pelaku sulit ditemukan.


Agar Tetap Aman dan Nyaman.
Kepentingan polisi dalam kedudukannya sebagai penyidik tindak pidana menggambarkan bahwa penegak hukum dalam konteks Criminal Justice System, polisi merupakan garda terdepan sebagai pintu gerbang utama dari aparat penegak hukum lainnya. Sebagai pintu utama dalam mengejawantahkan aturan-aturan hukum yang berisi huruf-huruf mati sangat menentukan proses penegakkan hukum selanjutnya menjadi hukum yang hidup untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap masyarakat. Karena itu kedudukan polisi dalam Criminal Justice System merupakan ujung tombak proses peradilan tindak pidana.
Hal tersebut menunjukkan bahwa peranan polisi dalam menegakkan hukum memiliki posisi yang sangat penting terkait dengan perannya yang berhubungan langsung dengan masyarakat maupun pelanggar hukum (penjahat). Pasal-pasal dalam hukum pidana hanya akan menjadi kenyataan, apabila ada badan yang melakukan mobilisasi hukum pidana itu. Orang yang telah melakukan kejahatan tidak akan dengan sendirinya menyerahkan dirinya untuk diproses melalui sistem peradilan pidana yang ada. Karena itu, harus ada suatu badan publik yang memulainya, dan itu pertama-tama dilakukan oleh polisi dengan melakukan penangkapan, penahanan dan penyidikan. Lembaga kepolisian merupakan lembaga pertama dalam sistem peradilan pidana yang diberi wewenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap peristiwa kejahatan. Berdasarkan kewenangannya polisi diperbolehkan untuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang dicurigai telah melakukan tindakan kejahatan.
Kehadiran teknologi yang semakin canggih dengan menyediakan sarana untuk bertransaksi secara elektronik, tidak dimungkiri telah memberikan kemudahan dan keuntungan bagi masyarakat, adanya kartu kredit maupun ATM (athoumatic teller machine), atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Anjungan Tunai Mandiri, tidak dimungkiri telah memberikan kemudahan dan keuntungan bagi para nasabah nasabah bank dalam melakukan berbagai aktivitas transaksi perbankan. Untuk memenuhi kebutuhan transaksi perbankan nasabah yang makin beragam, industri perbankan melengkapi fasilitas ATM dengan puluhan fitur lainnya di luar fitur penarikan tunai. Karenanya dengan semakin meningkatnya teknologi, tidak dimungkiri semakin canggih pula modus operandi kejahatan berbasis teknologi. Beragam modus operandi penipuan kerap terjadi, banyak nasabah ditipu telah memenangi undian tertentu, dan yang bersangkutan diminta transfer uang guna membayar pajaknya melalui ATM. Nasabah diminta register dulu di mesin ATM guna pengambilan hadiah. Padahal yang bersangkutan melakukan transfer ke rekening penipu tersebut.
Modus yang terkesan biasa saja ini ternyata telah banyak memakan korban. Korbannya tidak saja orang lugu, kaum akademisi yang bergelar doktor pun pernah tertipu dengan modus seperti ini. Serasa tidak puas dengan hasil yang diperolehnya dari modus ini, pelaku kejahatan terhadap nasabah pengguna ATM pun terus berkembang, bahkan terkesan makin berani. Upaya penanganan carding, card skimming dan card trapping membutuhkan keseriusan semua pihak mengingat teknologi informasi khususnya internet telah dijadikan sebagai sarana untuk membangun masyarakat yang berbudaya informasi. Keberadaan undang-undang yang mengatur cybercrime memang diperlukan, akan tetapi apalah arti undang-undang jika pelaksana dari undang-undang tidak memiliki kemampuan atau keahlian dalam bidang itu dan masyarakat yang menjadi sasaran dari undang-undang tersebut tidak mendukung tercapainya tujuan pembentukan hukum tersebut.
Beberapa saran yang dapat disampaikan dalam rangka mencegah terjadinya card skimming dan card trapping, sebagai berikut:
1. Jangan ambil uang di tempat ATM yang bukan di bank karena tak ada satpam atau petugas resmi, kecuali sangat terpaksa. Sebisa mungkin gunakan mesin yang ada di lingkungan bank, karena mesin ATM yang berdiri independen di satu tempat beresiko lebih besar sebagai target skimming atau trapping.
2. Kalau sampai ATM macet, ditinggal saja, jangan sampai memberi tahu nomor pin kepada orang yang pura-pura menolong, karena kartu akan diambil dia dengan pinset dan uang akan di transfer. Petugas bank juga tidak berhak bertanya nomor pin.
3. Nomor layanan hotline yang tertempel dengan stiker pada mesin ATM, sering nomor palsu. Jika nomor asli bank biasanya mudah diingat (nomor cantik), jadi memang nomor yang ditempel itu sengaja untuk menjebak.
4. Peringatan kepada nasabah juga dilakukan dengan memasang stiker di mesin ATM yang berisi sosialisasi kepada nasabah untuk selalu merahasiakan nomor PIN, lalu memasang nomor call center asli di layar monitor mesin dan pintu masuk boks ATM.
5. Selain itu, sosialisasi mengenai kerahasiaan PIN nasabah dan nomor telepon call center juga dilakukan oleh petugas costumer service kepada setiap nasabah yang membuat kartu ATM. Mengingat makin hari korban penipuan card trapping makin banyak, nasabah bank perlu memerhatikan tiga hal berikut:
a. Nasabah harus selalu merahasiakan nomor PIN. Petugas bank yang asli tidak pernah meminta nomor PIN dari kartu ATM nasabahnya.
b. Hal yang sering dijadikan sasaran card trapping adalah mesin ATM di tempat umum, karena tak ada pengawasan 24 jam dari sekurity bank. Pengawasan ATM di tempat umum biasanya menjadi tanggung jawab pengelola tempat tersebut.
c. Nasabah perlu mengetahui nomor call center banknya, dan menyimpannya dalam HP atau catatan yang selalu dibawa bepergian. Kalau ada masalah pada kartu ATM, hilang, atau tertelan/terjepit di mesin ATM, bisa langsung menghubungi petugas call center asli untuk melakukan pemblokiran.
Dengan memahami hal-hal di atas, semoga kita bisa terhindar dari modus penipuan card skimming atau trapping yang semakin marak akhir-akhir ini.

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 comments: on "Merampok dengan Teknologi"

Post a Comment

Melindungi, Mengayomi, dan Melayani Masyarakat

SAT CYBER CRIME POLDA METRO JAYA's Fan Box